SOCIAL MEDIA

Saturday, December 6, 2025

Kenapa Penguatan AQIDAH pasca bencana itu penting?

 

Senang sekali rasanya kemarin membaca postingan story instagram Ust Salim A Fillah tentang akan adanya team yg akan membentengi aqidah untuk membersamai para korban banjir di Sumatra Utara. Sistematika beliau dan team atas bencana dan handling korban menurut saya bagus sekali dan sangat terstruktur.

Ketika bencana alam terjadi, semua tahu bahwa ada orang-orang yang kehilangan rumah, pekerjaan, dan bahkan orang-orang terkasih. Akan ada banyak pihak yang dengan cepat fokus pada bantuan material seperti makanan, obat, juga tempat tinggal. Tapi ada sesuatu yang sering terlewat, sesuatu yang sama sekali tidak terlihat tapi dampaknya sangat dalam, yang disebut spiritual crisis.

Spiritual crisis adalah ketika iman dan makna hidup seseorang terguncang. Korban bencana tidak hanya menghadapi trauma fisik, tapi juga pertanyaan-pertanyaan yang menggerogoti dari dalam.

Mengapa Allah membiarkan ini terjadi? Apakah ini hukuman karena dosa-dosa kami? Bagaimana bisa aku percaya lagi padaMU ya Allah?

Dua penelitian terbaru membuktikan betapa seriusnya spiritual crisis ini. Penelitian dari Jamba Journal pada 2020 mempelajari korban tsunami Aceh 2004. Hasilnya sangat mengejutkan. Korban yang punya kepercayaan spiritual kuat, yaitu yang percaya bahwa setiap kejadian adalah ketetapanNYA dan pasti akan ada hikmah di dalamnya, maka akan recover dari trauma psikologis 2-3x lebih cepat dibanding yang tidak punya landasan spiritual. Tidak hanya itu, penelitian juga menunjukkan kalau korban tanpa penguatan akidah akan mengalami 5x lebih berisiko untuk depresi.

Penelitian lebih baru lagi dari Universitas Washington tahun 2024 memperkuat temuan ini. Mereka melakukan uji coba terkontrol dengan 200 orang korban trauma perang di Somalia. Program yang mereka jalankan dinamakan Islamic Trauma Healing, yang menggabungkan prinsip-prinsip Islam dengan teknik psikoterapi modern. Hasilnya luar biasa. Gejala PTSD berkurang 47% dan depresi berkurang 56%. Bagaimana mekanisme utamanya? Dengan Meaning-making melalui spiritual framework, yaitu memberikan makna pada apa yang mereka alami melalui perspektif spiritual yang sehat.

Lalu mengapa akidah begitu powerful dalam penyembuhan?

Ini bukan hanya soal kenyamanan emosional. Ada penjelasan sains didalamnya. Ketika seseorang berdoa atau berdzikir dengan khusyuk, terjadi sesuatu yang nyata di dalam otak. Area logika dan reasoning di prefrontal cortex jadi aktif, sementara amygdala yang merupakan pusat ketakutan yang hyperactive setelah trauma akan menjadi tenang. Hasilnya adalah apa yang disebut dengan healing neurochemistry, yaitu hormon stres menurun, serotonin naik, dan tubuh berada dalam kondisi optimal untuk recovery.

Tapi ini masih belum semua. Akidah ternyata bekerja pada level yang lebih dalam lagi. Pertama, akidah memberikan makna. Trauma yang tidak bermakna adalah depresi. Trauma yang punya makna adalah sesuatu yang bisa ditanggung. Kedua, akidah yang benar akan memberikan sense of agency, perasaan bahwa kita tidak sepenuhnya helpless. Prinsip Islamic, Ikhtiar plus Tawakkul, yaitu berusaha maksimal sambil percaya kepada Allah akan membuat orang merasa diberdayakan, bukan putus asa. Ketiga, akidah menghubungkan dengan komunitas. Masjid bukan hanya tempat ibadah, masjid adalah support system alami yang sudah ada di masyarakat. Keempat, spiritual practice seperti doa, shalat, dan dzikir adalah teknik regulasi emosi yang sudah terbukti. Dan yang terakhir, akidah memberikan harapan, sebuah keyakinan bahwa ada masa depan yang lebih baik menanti didepan.

Mari saya berikan contoh agar memudahkan anda melihat perbedaannya. Ada seorang korban yang kehilangan rumah dan tiga anggota keluarga. Dia sangat sedih, tentu saja. Tapi dia memiliki akidah yang kuat. Dia berkata, "Saya sudah berusaha keras untuk menyelamatkan diri dan membantu orang lain. Sekarang saya percaya yang terjadi ini adalah yang terbaik dari NYA. Keluarga saya adalah amanah dari Allah, dan saya percaya mereka Insyaallah syahid." Enam bulan kemudian, dia mulai membangun kembali kehidupannya. Apakah dia masih sedih? Pasti. Tapi sedih yang bearable, yang bisa diproses, yang tidak menutup jalan menuju pemulihan.

Sekarang bayangkan korban lain yang trauma levelnya sama, kehilangannya sama berat. Tapi dia tidak memiliki framework spiritual. Dia hanya tanya, "Mengapa ini terjadi? Apa salahku? Buat apa aku hidup? Aku sudah nggak punya siapa-siapa lagi!" Dua tahun kemudian, rumahnya sudah dibangun kembali, tapi depresinya masih mendalam. Dia masih menghadapi pikiran bunuh diri. Rumah sudah selesai, tapi hatinya tetap kosong.

Perbedaan mereka bukan pada tingkat trauma. Keduanya sama sakitnya. Perbedaannya adalah ada atau tidaknya spiritual framework untuk memproses "mengapa" itu terjadi.

Jadi jika anda bekerja di bidang bantuan bencana, atau jika anda mengenal korban bencana, ada satu hal yang sangat penting, yaitu jangan lewatkan dimensi spiritual. Ini bukan nice to have, bukan sekadar nilai tambah. Ini adalah essential untuk recovery yang sustainable. Dengarkan pertanyaan iman mereka dengan empati dan tanpa menghakimi. Dorong mereka untuk kembali ke komunitas. Bantu mereka mereframe makna, bahwa semua yang dialami dan terjadi ini bukan sebuah hukuman. Dan jika memungkinkan, libatkan tokoh agama yang benar-benar memahami trauma psychology.


Karena pada akhirnya, trauma yang hilang makna adalah depresi. 
Tapi trauma yang punya makna akan jadi pembelajaran.

 

Duka terdalam untuk keluarga kami, korban banjir di Sumatra Utara dan sekitarnya. Trimakasih banyak untuk beliau, ust Salim A Fillah dan team, yang sangat terstruktur memikirkan ini semua hingga level pendampingan aqidah.


Sumber Rujukan:

Aksa, F.I. (2020). Islamic perspectives in disaster: An alternative to changing fatalistic attitudes. Jร mbรก: Journal of Disaster Risk Studies, 12(1), a942. DOI: 10.4102/jamba.v12i1.942

Zoellner, L.A., Feeny, N.C., Bentley, J.A., et al. (2024). Islamic Trauma Healing (ITH): A scalable, community-based program for trauma - Cluster randomized control trial design and method. Contemporary Clinical Trials Communications, 37, 101237. DOI: 10.1016/j.conctc.2023.101237


Tulisan ini juga sudah diunggah di instagram dengan link https://www.instagram.com/p/DR5seB0k9Dg/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==


#TraumaHealing #DisasterRecovery #MentalHealth #Spirituality #ScienceAndFaith #PTSD #CommunitySupport #AkidahMatters #PenyembuhanHolistik #IslamicPsychology #EvidenceBased

No comments :

Post a Comment